Wednesday, February 7, 2018

Bagaimana Menyikapi Kesalahan Masa Lalu Dalam Mendidik Anak?



Assalamualaikum, pagi,  Bunda...
Maaf ya,  lagi-lagi telat posting karena ada sesuatu yang harus diselesaikan terlebih dahulu hehehe (semoga ini bukan alasan ya 😅) Kolaborasi bareng mbak Atiqo minggu pertama di Februari ini mencoba mengambil tantangan untuk membuka pertanyaan yang akan kami jadikan tema setiap kolaborasi.  Semoga jawaban kami bisa membantu menjawab pertanyaan bunda ya. Karena sebenarnya kami juga dalam proses perbaikan diri. Kali ini memncoba menjawab pertanyaan dari mbak Putri,  semoga membantu ya mbak Putri. Untuk pertanyaaan lengkap dengan jawabannya bisa dilihat di blog mbak atiqo  di sini.. 

Bunda,  sebenarnya tidak ada yang salah dan terlambat dalam proses memperbaiki diri dan mengupgrade ilmu. Yang salah itu,  kalau kita tahu itu salah, tapi enggak mau memperbaiki kesalahan,  khususnya dalam mendidik anak.  Lalu apa yang harus kita lakukan?

Pertama yang harus kita lakukan adalah berdamai dengan diri sendiri, mengakui kesalahan diri dan memaafkan. Tidak ada ibu yang sempurna di dunia ini,  yang ada adalah ibu yang selalu berproses lebih baik lagi.  Jangan pernah terbebani untuk selalu sempurna di segala hal,  karena akan memicu stress lalu menjadikan diri kita tidak produktif. Jangan lupa untuk menjalani hidup dengan bahagia.

Kedua minta maaflah pada kakak,  karena kesalahan kita ada pribadinya yang perlu diperbaiki. Benar kata mba Atiqo,  meminta maaf pada kakak (anak pertama)  tidak akan mengurangi kewibawaan dan kasih sayang kita. Hal ini juga sekaligus mengajarkan pada kakak kalau kita salah jangan malu untuk meminta maaf. Terus sounding dia ketika akan tidur atau bangun tidur dengan kata-kata positif.  Ini akan membantu mempengaruhi alam bawah sadar dia untuk menjadi lebih baik dan memaafkan kita.

Ketiga,  jangan ulangi kesalahan yang sama dan harus konsisten. Ini berlaku untuk seluruh anggota keluarga, baik kita sebagai orang tua, kakak dan adik. Contohnya kalau sudah di tetapkan tidak boleh bermain gadget lebih dari satu jam, maka itu berlaku untuk kakak, adik dan kita.  (Kecuali kalau kita harus pegang gadget karena suatu hal yang mendesak, sampaikanlah pada anak-anak.) Jangan sampai ada bahasa "Kakak kok boleh sih,  Bun?". Jadi sebelum pertanyaan si kecil muncul,  sampaikanlah pada kakak "Kak, maafkan bunda ya,  ternyata lihat hp terlalu lama itu enggak baik buat kakak. Yuk main sama adik aja pasti lebih seru!"

Keempat, ayo terus berproses lebih baik!  Penuhi kekosongan kakak selama kita melakukan kesalahan, tidak ada kata terlambat. Seperti memberikannya teladan dan menceritakan kisah-kisah inspiratif. Jalankanlah mereka sesuai fitrahnya, contohnya ketika anak usia 0-7 tahun fitrah mereka adalah fitrah keimanan,  usia 7-12 tahun fitrah belajar dsb.  Sambil melakukan perbaikan pada kakak sekalian juga jalan bareng sama adiknya. Yakinlah,  tidak ada usaha yang sia-sia.

Lalu,  bagaimana jika lingkungan sekitar kita yang kurang mendukung?

Benar sekali,  lingkungan kita sangatlah berpengaruh pada dinamika kehidupan dalam keluarga.  Makanya,  tidak salah jika seorangokoh parenting mengatakan
Butuh orang sekampung untuk mendidik satu anak
Maksudnya,  betapa lingkungan sangatlah berpengaruh pada anak kita. Tapi, jika lingkungan kita tidak satu visi misi jangan lantas menyalahkan lingkungan. Yang bisa lakukan adalah menguatkan keluarga kita agar pengaruh negatif tidak bisa mempengaruhi apapun pada abak.  Selalu berikan teladan yang baik, berikan batasan yang jelas tentang apa yang boleh dan tidak boleh dan berikan alasan sesuai usianya. Sibukkan anak kita dengan hal-hal positif di rumah,  membaca buku teladan, bermain dan belajar.

Sekian dari kami,  semua yang kita paparkan adalah sebatas yang kami mampu.

 Semoga bermanfaat 😍😍😍

2 comments:

  1. Saya suka, saya suka. Semoga memuaskan yaa mbaa putri.

    ReplyDelete
  2. Asyik 😍😊...
    Semoga membantu ya mbak putri...

    ReplyDelete